rating 2/5
kemarin siang akhirnya jadi juga nonton test pack the movie. awalnya tahu film ini dari twitternya ika natassa. kak ika nge-twit, bilang congratz to everyone yang terlibat di film ini. filmnya bagus banget. terus riza amrina (my dear friend from tebing tinggi era) majang foto buku test pact yang ada tanda tangan penulisnya, ninit yunita, di BP nya. so, makin penasaranlah aku dengan film ini.
film disutradarai monty tiwa, dan dibintangi oleh reza rahardian (bintang cowok yang saat ini paling kondang karena main di film pemenang piala citra, 3 hati dua dunia satu cinta – how i miss nicholas saputra), sebagai rahmat, seorang pengacara yang sudah tujuh tahun menikah dengan tata (diperankan oleh acha septriasa), namun belum juga dikaruniani anak. ada lagi seorang sinta (diperankan oleh model Renata kusmanto – dulu namanya mariana renata – bagusan mariana renata kemana-mana) yang baru saja diceraikan oleh suaminya karena mandul. sinta dan rahman adalah college sweetheart, namun sinta meninggalkan rahmat karena kepincut dengan suaminya yang kini menceraikannya. sinta yang seorang model kondang, mencoba merajut kembali hubungan dengan rahmat dilatarbelakangi oleh kehidupan pribadinya yang berantakan, tepat di saat rahmat mengalami masalah yang sama yang pernah juga dialami oleh sinta.
satu jam pertama film berjalan dengan smooth dan lambat. aku cukup bisa menikmati dan mengerti jalan ceritanya (you know, i’ve been watching thousands of movies, literally, so it’s easy for me to capture a movie storyline of any genre). tapi perasaanku bilang, koq kayak ada yang salah ya dengan film ini (di satu jam pertama). aku pikir-pikir (gile ye, sempet mikir selama nonton di bioskop), whats wrong with this movie, until i realize that…. this movie is so lame boring…. so bore i could think something bugging me about this movie while watching it. i laways think of the good and bad about a movie after watching it, not while watching it.
mainly, ke-boring-an film ini disebabkan oleh sangat predictable nya jalan cerita nya. boleh-boleh aja sih bikin cerita yang predictable, tapi hanya untuk cerita novel. bukan cerita film. novel punya struktur karya seni yang distinguishable, dengan gaya bahasa dan gaya penceritaan sang penulis yang khas, yang membuat pembaca yang membacanya bisa ikut terhanyut dalam ceritanya.
namun berbeda dengan film. film harusnya bisa memberikan sesuatu yang lebih, yang bisa membuat penontonnya tetap duduk di kursinya sampai film selesai. bisa dengan gaya penyutradaraannya yang outstanding (hello quentin tarantino), kisahnya yang walaupun predictable tapi menggugah (ron howard, martin scorsese), dan akting para pemainnya yang briliant. sayangnya, tak ada yang masuk kedua kategori barusan di dalam film Test Pact ini. ceritanya predictable, dan sama sekali enggak menggugah. lucu? hoaaahhhhmmmmm….. karakter stereotype yang dimunculkan melalui akting meriam bellina dan jaja miharja terasa sangat nanggung dan sudah sangat sering ditampilkan di sinetron-sinetron gak bermutu indonesia.
akting para pemainnya…???? reza rahardian sangat forgettable. reza adalah salah satu penyebab boringnya film ini. aktingnya yang lebay dan alay (sok lucu dan akrab dengan acha pas scene berduaan, sok sedih dan menderita ketika scene ditinggal acha, sok bijak dan lugu di scene romantis bersama renata) seolah-olah ingin menunjukkan dirinya di film ini sedang pameran akting seorang pemenang piala citra. not working. for me, he is miscast. reza lebih cocok bermain di film-film dengan tema perjuangan daripada film rom-com kayak gini. they should give this to ringgo agus rahman, of course with another job title for rahmad. radio announcer maybe?
renata??? dialog yang kuingat darinya cuma: cancel semua kerjaan saya… cancel semua untuk minggu depan… cancel… cancel…. selain bilang cancel, renata cuma senyum sana senyum sini, dan dia berusaha sekuat tenaga untuk menampilkan akting yang terdiri atas akting senyum yang paling lugu, selugu senyum anak tk. well, for that one, it’s working. absolutely. congratulations.
acha…??? errrmmm… oke deh. acha belum pernah bermain buruk kecuali di film heart aja. tapi akting acha belum cukup menaikkan ritme film ini.
kesimpulan setelah menonton film ini, filmnya biasa banget. setiap scene digarap dengan biasa, setiap dialog ditulis dengan sangat biasa, setiap akting pemainnya diperankan dengan sangat biasa…. dialog romantis yang berusaha ditampilkan di film untuk membuat efek jleb-jleb-jleb di hati penonton, but failed, karena sudah sering ditampilkan di dalam buku-buku romance ala harlequin dan film-film rom-com lainnya. dan parahnya lagi, dialog-dialog tersebut dimunculkan dalam scene-scene yang…. memang sudah seharusnya (that is why i called it predictable), like this one: ada apanya kamu neng sudah melengkapi saya… bla bla bla , yang diucapkan saat janji pernikahan.
kemudian, acha bilang: sebut satu alasan kenapa kita harus mempertahankan pernikahan kita (lebih dan kurang begitu deh, aku agak lupa), diucapkan di saat mereka sedang bertengkar dan hendak berpisah. well well… could think of anything else to say when you break up?
dan yang paling gak real dan nyebelin (dan bikin iri) adalah, semua orang di film ini bisa dengan seenaknya meng-cancel semua pekerjaannya, namun tetap bisa hidup mewah bergelimangan harta. sinta: cancel semua photoshoot gue. rahmat: cancel semua kerjaan gue hari ini, gue mau ngejar bini gue yang mau kabur ke thailand.
to think about it, kenapa ya perfilman indonesia belakangan ini lebih suka mengadaptasi buku yang…. errmmm… to put it in a word: ringan? memang benar sih, buku-buku dengan tema metropop dan teenlit adalah buku yang laku. kedua genre tersebut selalu mengangkat tema yang sama: cinta lawan jenis (atau kadang-kadang sesama jenis). dan biasanya ditulis dengan ringan. apakah ini cerminan bangsa kita yang lebih suka dengan tema-tema sepele seperti itu? yang penting ringan dan menghibur. apakah ini cerminan bangsa kita yang lebih mengurusi hal yang ringan-ringan? that is something to think about.